28 Juni 2015
Sekilas IKIP PGRI Madiun
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia Madiun, disingkat IKIP PGRI Madiun, adalah institut keguruan dan ilmu pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia di Madiun, Indonesia, yang berdiri pada 17 Mei 1975. Rektor pada tahun 2009 adalah Prof. Dr. Parji. S.Pd. M.Pd. KIP PGRI Madiun dirintis mulai tahun 1971 oleh Yayasan Pembina Perguruan Tinggi Madiun (YAPPERTIMA) dengan nama IKIP DAERAH MADIUN di Madiun. Konfederasi ini belum pula memberikan status. Akhirnya pada tahun 1975 IKIP Malang cabang Madiun ini oleh YAPPERTIMA diserahkan kepada Pimpinan Daerah PGRI VIII Jawa Timur untuk dibina, kemudian namanya berganti menjadi IKIP PGRI Jawa Timur di Madiun. Berkat perjuangan yang tidak kenal lelah, maka pada tahun 1975 berdasarkan Akte Notaris Anwar Nahayudi No. 44 tanggal 13 Nopember 1975 mengusulkan status. Setahun kemudian tepatnya 17 Mei 1976 mendapat status terdaftar dari Kopertis Wilayah VI No. 85/I/76.
IKIP PGRI Jawa Timur di Madiun dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 18 Pebruari 1985 diakui sebagai IKIP yang mandiri dengan nama IKIP PGRI Madiun, yang dibina oleh Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi PGRI Kotamadya Madiun (YPLP PT PGRI Kotamadya Madiun). Yayasan ini didirikan dengan Akta Notaris R. N. Sinulingga, SH., tanggal 31 Mei 1985 No. 103 dan bertanggung jawab langsung kepada Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan PGRI Pusat di Jakarta. Di dalam perkembangan selanjutnya kemandirian dan status terdaftar IKIP PGRI Madiun itu dikuatkan lagi dengan SK Mendikbud No. 0395/O/1986 tanggal 25 Mei 1986.
Dengan demikian Program Studi Pendidikan Sejarah IKIP PGRI Madiun secara yuridis formal didirikan oleh Yayasan PGRI Daerah VIII Jawa Timur dengan Akte Notaris Anwar Nahayudi No. 44 tanggal 13 Nopember 1975. Setahun kemudian tepatnya 17 Mei 1976 mendapat status terdaftar dari Kopertis Wilayah VI No. 85/I/76. Empat belas tahun kemudian statusnya naik menjadi diakui. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0603/O/1990 tanggal 13 September 1990. Berikut adalah fakultas dan jurusan yang terdapat di IKIP PGRI Madiun:
Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)
Jurusan Bimbingan Konseling
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial (FPIPS)
Jurusan Pendidikan Akuntansi
Jurusan Pendidikan Ekonomi
Jurusan Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS)
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Sarjana)
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Pascasarjana)
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA (FPMIPA)
Jurusan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas Pendidikan Teknik Elektro
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
Sekilas IKIP PGRI Semarang
Universitas PGRI Sémarang ngadég tanggal 23 Juli 1981 déning Pengurus Daérah Tingkat I PGRI Provinsi Jawa Tengah lumantar Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP) IKIP PGRI Jawa Tengah.[1] . Ancasé yaiku kanggo nyaosaké calon dwija berkualitas sing bakal tumut mèlu mbangun lan ningkatna mutu pendidikan sarta kagayuh kasejahteraan kanggo para guru ing Indonésia.[2] , ing sajroning perkembangané, IKIP PGRI Semarang dibagi patang pèriode.[3] . Pèriode sepisanan yaiku pèriode perintisan kelembagaan (1981-1986).[4] .Pèriode iki prantandané karo ngadegé IKIP PGRI Jawa Tengah déning Pengurus Daérah Tingkat I PGRI Provinsi Jawa Tengah kanthi pimpinan Drs. Is Riwidigdo.[5] . lan tokoh-tokoh liyanè antaranè Taruna, S.H. ; Drs. Is Riwidigdo ; Drs. Karseno ; Drs. R. Antonius Supardi Hadiatmodjo ; Drs. Muhamad Oemar ; Drs. Thomas Saha Adiutomo ; Drs. Abdul Latief Nawawi S.H. ; Drs. Soeparjo ; Ny. Widayati Sumiyatun Soeharto ; lan Drs. Teddy Iskandi.[6] .Lumantar SK Mèndikbud No. 0395/0/1984 IKIP PGRI Jawa Tengah éwah dadi STKIP PGRI Jawa Tengah.[7] .
Pèriode kaping pindho yaiku pèriode pembangunan kelembagaan (1987-1992).[8] ,ing pèriode iki, dipimpin déning Réktor Taruna, S.H., STKIP PGRI Jawa Tengah éwah jeneng dadi IKIP PGRI Semarang.[9] .
Période kaping telu yaiku pèriode pembangunan akademik (1993-1997).[10] .Période iki dipimpin déning Réktor Prof. Drs. Satmoko kanthi fokus utama ningkataké mutu dosèn lumantar program studi lanjut.[11] .Prosès pembangunan akademik disempurnakna ana ing éra kepemimpinan Prof. Drs. Sugijono, M.Sc. (1997-2001) sing duwèni enem program studi yaiku Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Pendidikan Bahasa Inggris (PBI), Pendidikan Matematika (Pend. Mat), Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn); lan Pendidikan Biologi (Pend. Bio). Kabèh program studi iku mau diajukna marang Badan Akréditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) kanthi éntuk akrèditasi B.[12] .
Pèriode kaping papat yaiku pèriode pengembangan (2001-2009).[13] . sing dipimpin déning Réktor Dr. Sulistiyo, M.Pd., IKIP PGRI Semarang sing sempet diwacanakna bakal éwah dadi Universitas mantep tetep bertahan kanthi wujud IKIP.[14]. Euforia saka akèhing perguruan tinggi kanggo ngéwahi jeneng justru gawé IKIP PGRI Semarang san saya fokus minangka perguruan tinggi untuk mengubah nama justru membuat IKIP PGRI Semarang semakin fokus sebagai perguruan tinggi pencetak tenaga kependidikan. saka melejite posisi IKIP PGRI Semarang minangka 5 (lima) besar Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sing paling diminati calon mahasiswa.
IKIP PGRI Semarang dumunung ing tengah-tengah kutha Semarang kang nduwéni gedhong utama ing dalan Sidodadi Wétan No. 24, Dr. Cipto-Semarang 50125 lan Gedhong anyar ingkang diarani gedhong pusat ana ing dalan Lontar No. 1, Semarang 50125 Indonesia. IKIP PGRI semarang kaperang dadi papat fakultas yaiku Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Pendidikan Ilmu pengetahuan Sosial, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam lan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. IKIP PGRI uga ndhuwéni program Pascasarjana progam studi Manajemen Pendidikan.
Sekilas Universitas Merdeka Malang
Universitas Merdeka Malang merupakan Perguruan Tinggi Swasta berdiri sejak tanggal 29 Januari 1964, yang diselenggarakan oleh Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Pusat Malang (YPTMPM) di Malang ( Akta Nomor 5.a tanggal 5 Juli 1964). Lembaga pendidikan ini didirikan oleh R. Edwin Soedardji, Soekiman Dahlan, SH., Frasnsiscus Soetrisno, Soegondo, Soetikno, SH., Dharma . Pada tahun 1972 nama YPTMPM diubah menjadi Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang, yang disingkat YPTM, . Menurut badan hukum yang mengelola Universitas Merdeka adalah Yayasan perguruan Tinggi Merdeka Pusat Malang (Akta Nomor 32 tahun 1972). Yayasan Perguruan tinggi Merdeka (YPTM) merupakan Yayasan swasta yang mengemban dua (2) fungsi utama, yaitu (1) fungsi pertahanan ideologi negara. Fungsi ini menuntut YPTM bertindak sebagai lembaga yang ikut serta dalam mempertahankan, mengamankan, mengamalkan Pancasila dan UUD 1945; (2) fungsi lembaga ilmiah yang melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam rangka mengemban kedua fungsi tersebut, YPTM bersama dengan Universitas Merdeka Malang melakukan berbagai langkah pembenahan. Pada tahun 1983 kembali Yayasan dikukuhkan dengan Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka.
Secara historis keberadaan Universitas Merdeka Malang tidak dapat dipisahkan dengan Kodam V Brawijaya. Hubungan YPTM dan Universitas Merdeka Malang dengan KODAM VIII/BRAWIJAYA merupakan bagain dari proses sejarah berdirinya YPTM. Konteks sejarah inilah yang pertama-tama mendasar hubungan antara YPTM dengan KODAM VIII/BRAWIJAYA. Di samping konteks kesejarahan, kesamaan misi dan fungsi yang diemban mendorong kerjasama antara YPTM dengan KODAM VIII/BRAWIAJAYA sama mengemban fungsi memepertahankan, mengamankan, dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945. Universitas Merdeka Malang didirikan sebagai kubu pertahanan ideologi Pancasila, dan UUD tahun 1945. Atas permohonan Pendiri Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang, Kolone R. Edwin Soedardji kepada Pangkodam VIII/BRAWIJAYA, maka bertepatan dengan HUT Kodam VIII/Brawijaya yang ke XXIII tanggal 17 Desember 1968, Universitas Merdeka dinyatakan berinduk pada Slagorde KODAM VIII/Brawijaya (sekarang KODAM V/Brawijaya) bertindak selaku pembina utama dari Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang dan Universitas Merdeka Malang sedangkan untuk pelaksanaan tugasnya sehari-hari Universitas Merdeka Malang berada di bawah Pembina harian Komando Resort Militer 083/Bhaladhika Jaya, dalam hal ini Komandan Korem 083/Bhaladika Jaya adalah Ex-officio Pembina Harian Universitas Merdeka Malang.
Sejak tahun 1976 pengembangan Unmer Malang terus dilakukan. Pemantapan rencana pengembangan secara sistematis terus dikembangkan mulai tahun 1983 melalui penetapan rencana pengembangan jangka pabjang dengan menyusun Rencan Induk Pengembangan (RIP) sebagai berikut:
Rencana Pengembangan yang diawali dengan : Rencana Induk Pengembangan Tahap I : tahun 1976-1983
Rencana Induk Pengembangan II : tahun 1983-1987, sebagai tindak lanjut atas keberhasilan pengembangan tahap I
Rencana Induk Pengembangan III : tahun 1987-1991, melalui Surat Keputusan ketua Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang Nomor : Skep-032/YPTM/VI/1987, tanggal 20 Juni 1987.
Rencana Induk Pengembangan IV : tahun 1993-1997, melalui Surat Keputusan Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang Nomor : Skep-99/YPTM/XII/1993, tanggal 28 Desember 1993.
Renaca Pengembangan tahap V: tahun 1998-2006 merupakan tahap pengembang menuju institusi pendidikan yang berkualitas
Pengembangan tahapVI: tahun 2006-2015, Rencana Pengem ini tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) UNIVERSITAS MERDEKA MALANG Tahun 2006-2015 yang ditetapkan melalui Keputusan Ketua YPTM No: Kep-01/YPTM/I/2006.
Berkat kerja keras dan keterpaduan semau unsur sivitas akademika, baik di tingkat yayasan mupun universwitas, maka secara bertahap kemajuan-kemajuan di bidang akademik amupun non akademik atau pembangunan fisik, memperlihatkan hasil nyata melalui peningkatan reputasi Unmer Malang sebagai Perguruan Tinggi Swasta tertua di Jawa Timur, khususnya di Kota Malang. Beberapa prestasi baik di bidang akademik maupun bidang non-akademik terus diukir oleh insan-insan civitas akademika Unmer Malang, yang secara konsisten melakukan pengembangan mutu secara berkelanjutan dengan jargon utamanya menuju The Quality University.
Sekilas Kampus Universitas Negeri Malang
Universitas Negeri Malang, disingkat UM, merupakan perguruan tinggi negeri yang terletak di Malang dan Blitar, Jawa Timur, Indonesia. Universitas yang didirikan pada tanggal 18 Oktober 1954 ini sebelumnya bernama IKIP Malang yang merupakan salah satu IKIP tertua di Indonesia. Rektor UM saat ini dijabat oleh Prof. Dr. H. Suparno. Menjadi perguruan tinggi unggul dan menjadi rujukan dalam penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi merupakan Visi dari universitas ini.
Adapun beberapa Misi dari Universitas Negeri Malang :
Menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran di perguruan tinggi yang berpusat pada peserta didik menggunakan pendekatan pembelajaran yang efektif dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi.
Menyelenggarakan penelitian dalam ilmu kependidikan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga yang temuannya bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan kesejahteraan masyarakat.
Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat melalui penerapan ilmu kependidikan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga.
Menyelenggarakan tatapamong perguruan tinggi yang otonom akuntabel dan transparan yang menjamin peningkatan kualitas berkelanjutan.
Dan Tujuan dari Universitas Negeri Malang ialah :
Menghasilkan lulusan yang cerdas religius berakhlak mulia mandiri dan mampu berkembang secara profesional.
Menghasilkan karya ilmiah dan karya kreatif yang unggul dan menjadi rujukan dalam ilmu kependidikan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga.
Menghasilkan karya pengabdian kepada masyarakat melalui penerapan ilmu kependidikan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri produktif dan sejahtera.
Menghasilkan kinerja institusi yang efektif dan efisien untuk menjamin pertumbuhan kualitas pelaksanaan tridharma perguruan tinggi yang berkelanjutan.
Universitas Negeri Malang, disingkat UM, merupakan perguruan tinggi negeri yang terletak di Malang dan Blitar, Jawa Timur, Indonesia. Universitas yang didirikan pada tanggal 18 Oktober 1954 ini sebelumnya bernama PTPG Malang, lalu IKIP Malang yang membuatnya menjadi salah satu IKIP tertua di Indonesia. Rektor UM saat ini dijabat oleh Prof. Dr. H. Ah. Rofiuddin, M.Pd
Cikal bakal Universitas Negeri Malang adalah Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) di Malang yang diresmikan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. Mr. Mohammad Yamin, pada tanggal 18 Oktober 1954 berdasarkan SK No. 38742/Kab tanggal 1 September 1954. Bersamaan dengan itu pula, Prof. Sutan Adam Bachtiar ditugaskan sebagai Rektor PTPG Malang.
Pada awal pendiriannya, PTPG Malang mempunyai lima jurusan perintis, yaitu Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra Inggris, Sejarah dan Budaya, Ilmu Ekonomi, serta Ilmu Pasti Alam. Adapun, perkuliahan diselenggarakan di gedung SMA Tugu (sekarang SMA Negeri 1, SMA Negeri 3, dan SMA Negeri 4 Malang). Setahun kemudian, tepatnya sejak tanggal 20 Juni 1955, PTPG memiliki gedung sendiri bekas Hotel Splendid yang terletak di Jalan Tumapel 1, Malang.
Pada tanggal 10 November 1954, didirikan suatu universitas baru di Jawa Timur, yaitu Universitas Airlangga (Unair) yang terletak di Surabaya. Sebagai konsekuensinya, berdasarkan PP No. 71/1958, PTPG secara formal berubah status menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unair. Pada tahun 1958, atas jasa Wali Kota Malang saat itu, Sarjono, lembaga ini mendapatkan sebidang tanah untuk membangun kompleks kampus yang terletak di Jalan Semarang 5, Malang.
Awalnya, lembaga ini memerlukan bantuan dari luar negeri untuk melengkapi sarana dan prasarana pendidikan. Bantuan tersebut antara lain datang dari Ford Foundation yang memberikan sumbangan berupa beasiswa pengiriman dosen ke luar negeri, fasilitas laboratorium, dan buku untuk perpustakaan. Selain itu, pemerintah Jepang juga ikut menyumbang melalui Colombo Plan. Sie Twam Tjing (Samsi), pemilik pabrik rokok Bentoel, juga memberikan bantuan berupa kafetaria modern pada waktu itu.
Pada tanggal 3 Januari 1963, terbit Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan No. 35/1964 yang menetapkan bahwa IKIP Malang memiliki cabang di:
Surabaya, berasal dari cabang FKIP Universitas Airlangga;
Madiun, berasal dari Cabang FKIP Universitas Airlangga;
Singaraja, berasal dari FKIP Universitas Udayana;
Kupang dan Ende, berasal dari FKIP Universitas Nusa Cendana.
Pada tanggal 20 Mei 1964, bertempat di Gedung SKMAN Malang, dilangsungkan upacara peresmian IKIP Malang yang menandai berpisahnya lembaga tersebut dari Universitas Airlangga. Dari hasil reorganisasi, IKIP Malang memiliki empat fakultas, yaitu:
Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP),
Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (FKSS),
Fakultas Keguruan Ilmu Sosial (FKIS), dan
Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta (FKIE).
Adapun, Fakultas Keguruan Teknik (FKT) lahir setelah satu tahun reorganisasi. Selanjutnya, nama dan istilah fakultas yang ada disesuaikan secara nasional pada tahun 1982. FIP tidak mengalami perubahan, sedangkan FKSS menjadi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), FKIS menjadi Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), FKIE menjadi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA), serta FKT menjadi Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK).
Pada tanggal 23 Maret 1968, beberapa fakultas cabang IKIP Malang diserahterimakan kepada induknya yang baru. IKIP Malang Cabang Jember diserahkan kepada Universitas Jember, cabang Singaraja kepada Universitas Udayana, serta cabang Kupang dan Ende kepada Universitas Nusa Cendana. Adapun, IKIP Malang Cabang Surabaya berdiri sendiri menjadi IKIP Surabaya.
Berdasarkan SK Presiden RI No. 93/1999, IKIP Malang diubah menjadi Universitas Negeri Malang (UM) dan berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 143/DIKTI/Kep/2000, UM mempunyai lima fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Sastra (FS), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ekonomi (FE), serta Fakultas Teknik (FT) ditambah satu Program Pascasarjana (PPs).
Dari segi akademis, PTPG memulai penyelenggaraan pendidikan dari jenjang bakaloreat (sarjana muda) dengan masa studi selama tiga tahun. Kemudian, pada tahun 1959, mulai dibuka jenjang lanjutan, yaitu doktoral atau acarya (sarjana) dengan masa studi selama dua tahun. Setelah beberapa tahun melewati tahap konsolidasi, akhirnya pada tahun 1968, program post sarjana (pascasarjana) dibuka dengan Jurusan Kependidikan sebagai jurusan pertama. Selanjutnya, pada tahun 1982, program ini disempurnakan menjadi Fakultas Pascasarjana yang terdiri atas Program Magister (S2) dan Program Doktor (S3). Nama Fakultas Pascasarjana diubah menjadi Program Pascasarjana (PPs) pada tahun 1990.
Pada tahun 1992, program D2 PGSD diubah statusnya menjadi program studi baru di bawah naungan FIP, yaitu program D2 Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Pada tahun 1993, didirikan dua program studi baru, yaitu Program Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Dasar di FPBS dan Program Sarjana Pendidikan Matematika Sekolah Dasar di FPMIPA.
Pada tahun 1994, didirikan enam program studi baru, yaitu D1 Pendidikan Teknik Listrik, D1 Pendidikan Teknik Otomotif, D3 Pendidikan Keterampilan Kelistrikan, D3 Pendidikan Keterampilan Otomotif, D3 Pendidikan Keterampilan Pengerjaan Logam, dan D3 Pendidikan Keterampilan Bangunan di FPTK. Pada semester genap tahun ajaran 1994-1995, PPs membuka dua program studi baru, yaitu Program Magister Pendidikan Matematika dan Program Magister Pendidikan Kimia.
Pada tahun ajaran 1998-1999, IKIP Malang yang telah berubah status menjadi universitas menerima mahasiswa baru untuk empat belas program studi baru non-kependidikan yang terdiri atas tujuh program sarjana (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra Inggris, serta Desain Komunikasi Visual) dan tujuh program D3 (Bahasa Inggris untuk Dunia Usaha, Teknik Mesin, Teknik Sipil dan Bangunan, Teknik Elektronika, Teknik Elektro, Tata Boga, serta Tata Busana).
Pada tahun ajaran 1999-2000, UM membuka enam program studi baru yang terdiri atas empat program studi non-kependidikan (S1 Ilmu Keolahragaan, S1 Manajemen, D3 Manajemen Pemasaran, dan D3 Akuntansi) dan dua program studi kependidikan (S1 Pendidikan Bahasa Jerman dan S1 Pendidikan Seni Tari).
Pada tahun ajaran 2000-2001, UM kembali membuka satu program studi baru non-kependidikan, yaitu S1 Psikologi. Selanjutnya, pada tahun ajaran 2004-2005, dibuka program studi non-kependidikan, yaitu Ilmu Sejarah, dan satu program studi kependidikan, yaitu S1 PGSD. Pada tahun ajaran 2005-2006, dibuka dua program studi non-kependidikan (S1 Akuntansi serta Ekonomi dan Studi Pembangunan) dan pada tahun ajaran 2006-2007, dibuka dua program studi kependidikan (S1 Pendidikan Teknik Otomotif dan S2 Pendidikan Kejuruan). Pada tahun ajaran 2007-2008, UM membuka tiga program studi kependidikan (S1 Pendidikan Teknik Informatika, S1 Pendidikan Tata Boga, dan S1 Pendidikan Tata Busana) dan pada tahun ajaran 2008-2009 membuka tiga program studi, yaitu S1 PGPAUD, D3 Game Animasi, dan S1 Pendidikan Teknik Elektro serta mendirikan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Terakhir, pada tahun 2009-2010, UM mendirikan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) serta membuka program studi S1 Pendidikan Luar Biasa dan D3 Perpustakaan.
UM adalah termasuk 50 universitas unggulan DIKTI. Pada tahun 2010, UM berhasil meraih peringkat 6 universitas terbaik di Indonesia versi Webometric dan peringkat tersebut turun menjadi peringkat 16 pada tahun 2015. UM mendapatkan akreditasi universitas A pada tahun 2015 dengan nilai 372. Nilai ini hanya sedikit di bawah UGM (378) dan IPB (375)
Sejak 1954, UM telah beberapa kali mengalami pergantian kepemimpinan. Berikut ini adalah daftar nama rektor yang pernah menjabat di UM.
Prof. Sutan Adam Bachtiar (1954–1958)
Prof. Kuntjoro Purbopranoto, S.H. (1958–1963)
Prof. Dr. D. Dwidjo Seputro, M.Sc. (1963–1966)
Prof. Dr. Eri Soedewo (Juli–September 1966)
Prof. H. Darji Darmodihardjo, S.H. (September 1966–1970)
Prof. Dr. H. Samsuri (1970–1974)
Prof. Drs. H. Rosjidan, M.A. (1974–1978)
Prof. Drs. H. M.A. Icksan (1978–1982) dan (1982–1986)
H. Mas Hadi Soeparto, M.Sc. (1986–1990 dan 1990–1995)
Prof. Dr. H. Nuril Huda, M.A. (1995–1999 dan 1999–16 Juli 2001)
Prof. Drs. H.M. Saleh Marzuki, M.Ed. (23 Juli 2001–6 April 2002)
Prof. Dr. H. Imam Syafi'ie (6 April 2002–8 November 2006)
Prof. Dr. H. Suparno (9 November 2006–27 November 2014)
Prof. Dr. H. Ah. Rofiuddin, M.Pd. (sejak 28 November 2014)
27 Juni 2015
Sekilas Tentang Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara (USU) adalah sebuah universitas negeri yang terletak di Kota Medan, Indonesia. Universitas Sumatera Utara adalah salah satu universitas terbaik di pulau Sumatera. USU juga adalah universitas pertama di pulau Sumatera yang mempunyai Fakultas Kedokteran.
USU didirikan sebagai Yayasan Universitet Sumatera Utara pada tanggal 4 Juni 1952. Fakultas pertama adalah Fakultas Kedokteran yang didirikan pada 20 Agustus 1952, yang kini diperingati sebagai hari jadi USU. Presiden Indonesia, Soekarno kemudian meresmikan USU sebagai universitas negeri ketujuh di Indonesia pada tanggal 20 November 1957.
Sejarah Universitas Sumatera Utara dimulai dengan berdirinya Yayasan Universitet Sumatera Utara pada tanggal 4 Juni 1952. Pendirian yayasan ini dipelopori oleh Gubernur Sumatera Utara untuk memenuhi keingian masyarakat Sumatera Utara khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.
Yayasan ini diurus oleh suatu Dewan Pimpinan yang diketuai langsung oleh Gubernur Sumatera Utara, dengan susunan sebagai berikut;
Abdul Hakim (Ketua);
Dr. T. Mansoer (Wakil Ketua);
Dr. Soemarsono (Sekretaris/Bendahara):
Anggota :
Ir. R. S. Danunagoro. Drh. Sahar,
Drg. Oh Tjie Lien,
Anwar Abubakar, Madong Lubis,
Dr. Maas. J. Pohon,
Drg. Barlan, dan
Soetan Pane Paruhum .
Sebenarnya hasrat untuk mendirikan perguruan tinggi di Medan telah mulai sejak sebelum Perang Dunia II, tetapi tidak disetujui oleh pemerintah Belanda pada waktu itu. Pada zaman pendudukan Jepang, beberapa orang terkemuka di Medan termasuk Dr. Pirngadi dan Dr. T. Mansoer membuat rancangan perguruan tinggi Kedokteran. Setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah mengangkat Dr. Mohd. Djamil di Bukit Tinggi sebagai ketua panitia. Setelah pemulihan kedaulatan akibat clash tahun 1947. Gubernur Abdul Hakim mengambil inisiatif menganjurkan kepada rakyat di seluruh Sumatera Utara mengumpulkan uang untuk pendirian sebuah universitas di daerah ini.
Pada tanggal 31 Desember 1951 dibentuk panitia persiapan pendirian perguruan tinggi yang diketuai oleh Dr. Soemarsono yang anggotanya terdiri dari Dr. Ahmad Sofian, Ir. Danunagoro, dan sekretaris Mr. Djaidin Purba. Selain Dewan Pimpinan Yayasan, Organisasi USU pada awal berdirinya terdiri dari: Dewan Kurator, Presiden Universitas, Majelis Presiden dan Asesor, Senat Universitas, dan Dewan Fakultet.
Sebagai hasil kerja sama dan bantuan moril dan material dari seluruh masyarakat Sumatera Utara yang pada waktu itu meliputi juga Daerah Istimewa Aceh, pada tanggal 20 Agustus 1952 berhasil didirikan Fakultas Kedokteran dijalan Seram dengan dua puluh tujuh orang mahasiswa diantaranya dua orang wanita.
Kemudian disusul dengan berdirinya Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat (1954), Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan (1956), dan Fakultas Pertanian (1956).
Pada tanggal 20 November 1957, USU diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Dr. Ir. Soekarno menjadi universitas negeri yang ketujuh di Indonesia. Tanggal peresmian ini kemudian ditetapkan sebagai Dies Natalis USU yang diperingati setiap tahun hingga tahun 2001.
Kemudian atas usul beberapa anggota Senat Universitas, hari jadi USU ditinjau kembali. Senat Universitas akhirnya memutuskan bahwa hari jadi USU adalah pada tanggal 20 Agustus 1952 yaitu pada saat perkuliahan pertama dimulai di lingkungan USU. Dengan persetujuan Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2002 di peringati Dies Natalis USU yang ke 50.
Pada tahun 1959, dibuka Fakultas Teknik di Medan dan Fakultas Ekonomi di Kutaradja (Banda Aceh) yang diresmikan secara meriah oleh Presiden R.I. Kemudian di kota yang sama didirikan Fakultas Kedokteran dan Peternakan(I960). Sehingga pada waktu itu, USU terdiri dari lima fakultas di Medan dan dua fakultas di Banda Aceh. Dalam perjalanan usianya yang kini mencapai lima puluh tahun, melalui berbagai program pengembangan yang dilaksanakan, banyak kemajuan yang telah dicapai, yang menjadikan USU berkembang hingga seperti keadaan sekarang.
Saat ini, USU mengelola lebih dari seratus program Studi yang terdiri dari berbagai jenjang pendidikan tinggi, yang tercakup dalam sepuluh fakultas dan satu program pascasarjana. Dalam perkembangannya, beberapa fakultas di lingkungan USU telah menjadi embrio berdirinya tiga perguruan tinggi negeri baru, yaitu Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh (dari Fakultas Ekonomi dan Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan), IKIP Negeri Medan yang sekarang berubah menjadi Universitas Negeri Medan (dari Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan), Politeknik Negeri Medan (dari Politeknik USU).
Sekilas Tentang Universitas Gadjah Mada
Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah universitas pertama yang didirikan oleh pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia. Pembangunan UGM pada awalnya lahir dari harapan para pemimpin bangsa akan masyarakat yang cerdas, mandiri, dan unggul. Bangsa yang bermartabat.
Pada awalnya Universitas Gadjah Mada bernama Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada (swasta). Sekolah yang ada tersebar di sekolah dan perguruan tinggi yang berada di Yogyakarta dan sekitarnya (Klaten dan Solo). Selanjutnya nama Balai Perguruan Tinggi diubah menjadi Universiteit Gadjah Mada dan merupakan gabungan dari sekolah sekolah tinggi yang ada di Yogyakarta dan sekolah-sekolah di kota tinggi lain.
Saat Universitas Gadjah Mad pertama berdiri kondisinya masih sangat sederhana. Lokasi pengajaran berada di lingkungan keraton jogja, kelengkapan kelas seperti meja dan kursi juga merupakan pinjaman dari pihak keraton. Ruang perkuliahan dan praktikum pun dilaksanakan dengan tempatyang sederhana yaitu di kandang kuda, kamar abdi dalem, kamar kereta, kamar penjaga dan pendopo keraton Yogyakarta.
Sekarang Universitas Gadjah Mada sudah sangat berkembang, terletak di kawasan tanah keraton (sultan ground) Bulaksumur dan sekitarnya. Saat ini ada 18 fakultas, 14 studi program pascasarjana, serta sekolah vokasi dengan total 24 program studi.
Untuk program S1 ada 18 fakultas yang terdiri dari:
1. Fakultas Biologi (http://www.biologi.ugm.ac.id/ )
2. Fakultas Ekonomika & Bisnis (http://feb.ugm.ac.id/ )
3. Fakultas Farmasi (http://farmasi.ugm.ac.id/home )
4. Fakultas Filsafah (http://www.filsafat.ugm.ac.id/ )
5. Fakultas Geografi (http://geo.ugm.ac.id/ )
6. Fakultas Hukum (http://law.ugm.ac.id/ )
7. Fakultas Ilmu Budaya (http://fib.ugm.ac.id/ )
8. Fakultas Isipol (http://fisipol.ugm.ac.id/dev/ )
9. Fakultas Kedokteran (http://fk.ugm.ac.id/ )
10. Fakultas Kedokteran Gigi ( http://www.fkg.ugm.ac.id/ )
11. Fakultas Kedokteran Hewan (http://fkh.ugm.ac.id/site/ )
12. Fakultas Kehutanan (http://www.fkt.ugm.ac.id/ )
13. Fakultas MIPA (http://mipa.ugm.ac.id/web/ )
14. Fakultas Pertanian (http://faperta.ugm.ac.id/ )
15. Fakultas Peternakan (http://fapet.ugm.ac.id/home/ )
16. Fakultas Psikologi (http://psikologi.ugm.ac.id/home )
17. Fakultas Teknik (http://www.fakultas-teknik.ugm.ac.id/ )
18. Fakultas Teknologi Pertanian (http://www.tp.ugm.ac.id/website )
Dengan lebih dari 51.000 mahasiswa dengan sekitar 900 mahasiswa internasional dari 51 negara. Ada lebih dari 3000 dosen dan 2400 karyawan di UGM.
UGM bertekat untuk menjadi Universitas Riset kelas dunia yang unggul, mandiri, bermartabat dengan dijiwai Pancasila mengabdi pada kepentingan dan kemakmuran bangsa.
Rektor UGM adalah Pimpinan Eksekutif tertinggi Universitas Gadjah Mada yang dipilih oleh Senat Universitas dalam suatu sidang Senat beranggotakan para Guru Besar dan wakil-wakil Fakultas di lingkungan UGM. Calon-calon yang ada ditetapkan dan dipilih berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dan disetujui oleh Majelis Wali Amanat yang merupakan lembaga legislatif UGM setelah UGM resmi menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN)).
Sejak berdiri 19 Desember 1949, UGM telah mempunyai 15 orang Rektor. Pimpinan Universitas pertama Prof. Dr. M. Sardjito (1949-1961) yang berasal dari Fakultas Kedokteran UGM belum menyandang sebutan Rektor, melainkan Presiden Universiteit. Rektor yang menjabat saat ini adalah Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. dari Fakultas Teknik yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni. Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. menggantikan Prof. Pratikno yang terpilih menjadi Menteri Sekretaris Negara di Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Aktifitas Mahasiswa UGM di Lingkungan sekolah?
Mahasiswa UGM dapat belajar dengan nyaman di lingkungan sekolah karena sekolah terlihat bersih dan rapih. Selain itu juga sekolah menyediakan sarana prasarana yang dapat menunjang kegiatan mahasiswa untuk belajar di lingkungan dalam sekolah. Mendapatkan teman baru yang banyak juga pastinya akan kita dapatkan bila sekolah di UGM ini, karena mengingat banyaknya mahasiswa yang berbondong-bondong untuk bersekolah disini.
Sekilas Tentang Universitas Airlangga
Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, juga menyimpan sejarah panjang dalam perjalanan pendidikan tinggi di Indonesia. Unair begitu kental dan berarti. Bukan saja dalam catatan sejarah pendidikan, juga peranannya dalam pergerakan dan sejarah kemerdekaan Indonesia. Sejarah Universitas Airlangga berawal dari cikal-bakal lembaga pendidikan Nederlands Indische Artsen School (NIAS) dan School Tot Opleiding van Indische Tandartsen (STOVIT). Masing-masing didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1913 dan 1928. Setelah di masa pergolakan kemerdekaan sempat terganggu kelancarannya, pada tahun 1948 pemerintah pendudukan Belanda mendirikan Tandheelkunding Institut yang merupakan cabang Universiteit Van Indonesie Jakarta, dan membuka kembali NIAS yang kemudian diberi nama Fakulteit der Geneeskunde, yang juga sebagai cabang Universiteit Van Indonesie, Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia baru secara resmi membuka Universitas Airlangga, Surabaya, yang merupakan lembaga pendidikan tinggi pertama di kawasan timur Indonesia. Universitas Airlangga diresmikan oleh Presiden RI pertama, Ir. Soekarno tanggal 10 November 1954, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan yang ke-9. Universitas Airlangga didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.57 tahun 1954. Universitas Airlangga dipersembahkan untuk Kota Surabaya untuk menunjukkan apresiasi atas pengorbanan yang dilakukan Arek-arek Suroboyo yang dengan gigih memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.Dengan didahului membuka selubung arca Wisnu berwarna kuning emas dan biru, Presiden Soekarno meresmikan Universitas Airlangga. Untuk mengabadikan arca tersebut, atas saran Prof HRM Soejoenoes, warna selubung ditetapkan sebagai warna bendera Universitas Airlangga. Kuning berarti agung, dan biru tanda ksatria dan jiwa yang mendalam.
Nama Airlangga dipilih oleh para pendiri Universitas Airlangga sebagai suatu perwujudan penghormatan terhadap seorang Raja yang sekaligus sebagai Pahlawan Bangsa Indonesia di masa lampau dalam abad IX yang bernama Prabu Airlangga, yang memerintah kerajaan di Jawa Timur hingga wilayahnya mencapai Indonesia Timur. Airlangga yang berarti “Peminum Air” adalah nama dari seorang raja yang memerintah di Jawa Timur di masa 1019-1042. Kemungkinan besar Airlangga lahir di Bali, karena ketika ia lahir tahun 1001, orang tuanya memerintah di luar Bali, sebagai utusan dan menjadi Raja Jawa. Ibunya Sri Gunaprijadharmapatmi, atau Mahendradatta, dan ayahnya Sri Dharmodayanawarmadewa, yang biasa dipanggil Udayana. Mahendradatta adalah keturunan Empu Sendok yang sangat ternama, la juga masih saudara dari Raja Makuttawangsawardana di Jawa, yang kemungkinan besar juga memerintah sebagai utusan di luar Bali, sebagai perwakilan ayahnya dan dibantu suaminya, Udayana.
Sekitar tahun 1000, Raja Jawa Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikramattunggadewa, dijadikan suami dari saudara perempuan Mahendradatta. Di tahun 1016 Pangeran Airlangga, yang masih 16 tahun diangkat menjadi menantu Dharmawangsa. Di tahun yang sama, sebuah bencana menimpa Jawa Timur. Pertama, sebuah serangan besar yang dilakukan oleh Sriwjaya di bawah pimpinan Haji Wurawari. Setelah itu terjadi pemberontakan dari dalam pecah. Raja Dharmawangsa tewas, ibukota direbut musuh, dan kerajaan terpecah. Pangeran Airlangga yang disertai pengikut setia, melarikan diri ke hutan. Dan di sanalah ia mulai melakukan meditasi kehidupan, dan mempersiapkan diri untuk tugas berikutnya.
Di tahun 1019 Airlangga dinobatkan sebagai raja oleh para pengikutnya, dan memerintah hingga 1042. Nama lengkapnya sebagai raja adalah Rakar Galu Sri Lakeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramattunggadewa. Dalam kurun periode lebih dari 20 tahun, Airlangga sukses memperkuat posisinya dan meraih kembali kedudukannya sebagai raja. Bahkan wilayah kekuasaannya menjadi lebih luas. Selain seluruh Jawa Timur, juga sebagian dari Kepulauan Sumba (Nusa Tenggara). Dan akhirnya di Indonesia tumbuh menjadi dua kerajaan besar; di timur Kerajaan Airlangga, dan di barat Kerajaan Sriwijaya, dengan pusat pemerintahan di Palembang. Sejak Airlangga menjadi raja, muncul kebijakan untuk memperbaiki hubungan dengan Sriwijaya. Dan hasilnya, ia menikahi saudara perempuan raja Sriwjaya tahun 1023.
Dengan kerja keras Airlangga berusaha mengembangkan kehidupan damai dalam bermasyarakat dan bernegara, la mencoba menyelaraskan dua kerajaan dan kekuatan besar, yang diyakini sebagai usaha awal untuk membangun jalan kesatuan Indonesia. Selama memerintah Airlangga mengerahkan seluruh energi untuk mengembangkan kemakmuran bagi rakyatnya, la mulai mengembangkan irigasi, komunikasi, dan perdagangan, la juga menaruh perhatian yang tinggi pada bidang pendidikan dan kehidupan spiritual. Dengan kehidupan spiritualnya yang tinggi, ia kemudian juga dinobatkan sebagai pemuka agama dengan nama Resi Gentaya.
Setelah wafat tahun 1042, ia diabadikan dalam bentuk patung yang menunjukkan Airlangga sebagai Batara Wishnu sedang mengendarai Garuda dan membawa guci. Airlangga diyakini telah dipilih Tuhan untuk menghalau malapetaka, mengembangkan kemakmuran dan kebahagiaan, serta menyempurnakan Hukum Suci, sebagai pilar kehidupan bermasyarakat. Pendek kata, Airlangga memegang tugas kunci untuk membangan negara yang berbasis keadilan. Di awal kelahiran Universitas Airlangga, rektor pertama Prof Mr AG Pringgodigdo menemukan meterai atau segel Prabu Airlangga di Gedung Arca, Museum Nasional, Jakarta. Meterai kerajaan tersebut menggambarkan burung garuda tunggangan wisnu yang membawa guci berisikan air amrta. Konon, air tersebut dapat menghidupkan orang yang telah meninggal dan bersifat abadi. Tungganggan Wisnu itulah yang disebut Garuda Muka, dipakai sebagai lambang Universitas Airlangga sebagai sumber ilmu abadi.
Pada saat didirikan Universitas Airlangga tampil dengan lima fakultas, yaitu:
Fakultas Kedokteran, yang semula cabang dari Universitas Indonesia.
Fakultas Kedokteran Gigi, yang semula cabang dari Universitas Indonesia.
Fakultas Hukum, yang semula cabang dari Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Politik Universi tas Gajah Mada
Fakultas Sastra yang berkedudukan di Denpasar Bali, yang pada tahun 1962 memisahkan diri dari Universitas Airlangga.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan berkedudukan di Malang, yang pada tahun 1963 memisahkan diri dari Universitas Airlangga.
Dalam perjalanan sejarah kelembagaan Universitas Airlangga lahirlah berturut-turut Fakultas-Fakultas yang lain:
Fakultas Ekonomi, berdiri tahun 1961.
Fakultas Farmasi, berdiri tahun 1965.
Fakultas Kedokteran Hewan, berdiri tahun 1972.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, berdiri tahun 1977
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, berdiri tahun 1982.
Fakultas Pasca Sarjana, berdiri tahun 1982 berubah nama menjadi program Pasca Sarjana
Fakultas Non Gelar Kesehatan, lembaga ini telah ditiadakan dan kemudian diintegrasikan kedalam Fakultas Kedokteran.
Fakultas Kesehatan Masyarakat, berdiri tahun 1993.
Fakultas Psikologi, berdiri tahun 1993.
Fakultas Sastra, berdiri tahun 1999 yang sebelumnya merupakan salah satu program studi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Tanpa terasa, kini Universitas Airlangga telah memasuki gerbang 50 tahun, sebuah tahun emas yang menyiratkan sejuta makna. Bukan saja bagi rektorat, tetapi juga seluruh civitas akademika, alumni, dan siapa saja yang punya ikatan hati dengan kampus ini. Upacara perayaan 50 Tahun Unair dibuka Sabtu (10/ ^2004) dengan suasana meriah dan kesan yang lain. Keluarga besar Unair melakukan pawai kota dengan iringan dokar hias dari kampus B – kampus A – kampus C. Beberapa mahasiswa, dosen, dan karyawan Unair tampak bersemangat mengikuti acara pembukaan Dies Natalis yang berlangsung sejak pukul 0700 itu. Acara yang dibuka secara langsung oleh Rektor, Prof. Dr. Med. Puruhito, dr, tersebut dihadiri juga oleh Ketua Dewan Penyantun Unair, H. M. Noer, mantan Rektor, Prof. H.R. Soedarso Djojonegoro, dr, Sekdaprov Jatim Soekarwo, para Pembantu Rektor, para Dekan dan Pembantu Dekan, serta beberapa undangan lain.
Sekitar pukul 0730 WIB, rombongan pawai dokar hias mulai diberangkatkan dari halaman Rektorat lama di kampus B, Jl Airlangga Surabaya. Sebagai pembuka, tampak sosok Prabu Airlangga yang dikawal oleh beberapa punggawa menaiki kuda dengan membawa panji-panji Universitas Airlangga. Di belakangnya, berbaris rombongan dokar yang dinaiki oleh Rektor, Pembantu Rektor, para Dekan, serta beberapa pejabat Unair. Kesemuanya berjumlah 20 dokar yang telah dihias sedemikian rupa. Keluar dari pintu gedung Rektorat lama, diiringi satuan Patwal, pawai mulai bergerak menuju gedung Karunair di Kampus C. Secara berurutan pawai dokar hias 50 tahun Unair tersebut melewati jalan-jalan di depan RSU Dr. Soetomo, menelusuri kampus A Unair, Jl Dharmahusada, membelah perumahan Galaxi, dan kemudian berhenti di kampus C, Mulyorejo Surabaya. Tiba di depan gerbang sebelah Selatan, pawai dokar langsung disambut kelompok hadrah hingga menuju halaman gedung Karunair.
Setelah tiba, Rektor berkenan memberi sambutan perihal opening ceremony peringatan 50 tahun Universitas Airlangga. Sejak didirikan 10 November 1954, salah satu universitas tertua di Indonesia ini mengalami perjalanan yang berliku. Status dari NIAS ke Unair tidaklah mudah, dan sempat ditutup oleh Jepang yang menduduki Indonesia kala itu. “Semoga peringatan 50 tahun yang dibuka hari ini, mampu membawa Unair ke arah lebih maju, lebih baik, dan lebih sejahtera;’ tutur Rektor. Semua seremoni tersebut juga didokumentasikan di dalam Tabloid Warta Unair edisi Dies Natalis yang kembali terbit dengan Pimpinan Redaksi dr Agus Harianto SpA(K). Acara dilanjutkan dengan pemukulan gong pertama. Berikutnya, giliran para Dekan yang berkesempatan memukul gong yang berukuran lebih kecil. Kemudian, Rektor berjalan ke arah depan Karunair untuk melepas 500 balon ke udara, menandai peringatan tahun emas Unair kali ini.
Acara pagi hari itu dilanjutkan di dalam gedung, dengan penyerahan sampul buku 50 tahun Universitas Airlangga berjudul Melangkah di Tahun Emas. Yang tak kalah meriah adalah pelelangan prangko 50 tahun Unair. Memang pada kesempatan tersebut Unair juga menerbitkan prangko 50 tahun Unair. “Ini merupakan yang pertama di Indonesia Timur” ujar Drs. Ec. Mashariono. Sebelum dilelang, prangko terbit hari pertama yang didesain oleh dr Agus Harianto SpA(K) dan Prof Doddy M Soebadi MD PhD, tersebut dibubuhi tanda tangan emas dari Rektor Unair bersama Kakanwil Wilayah VII PT. Pos Indonesia Soebandi MBA. Di awal pelelangan pemandu mematok angka Rp 50 juta untuk penjualan sampul prangko ini. Akhirnya, tak sampai 15 menit pelelangan ditutup, karena memang sudah berhasil menyentuh target Rp 50 juta dan dimenangkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat dan diterima langsung oleh Dekannya Prof Dr H Tjipto Suwandi dr MOH.
Unair kini sedang terus menggeliat, menatap hari esok yang lebih baik. Unair telah menancapkan sebuah tonggak besar dalam sejarah pendidikan dan sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Dengan penuh citra, Unair berdiri tegak di sudut hati bangsa Indonesia.
Sekilas Tentang Universitas Indonesia
Universitas Indonesia (UI) merupakan universitas tertua di Indonesia. Berawal dari Sekolah Dokter Jawa di tahun 1849, UI menjadi salah satu universitas terbaik di Indonesia. Alumni UI telah melalang buana dalam membangun negeri ini bahkan turut serta dalam membangun peradaban dunia. UI telah mampu men-trigger berdirinya universitas-universitas lain seperti Institut Pertanian Bogor (Dulu Fakultas Pertanian dan Kedokteran Hewan UI), Institut Teknologi Bandung (Dulu Fakultas Teknik, MIPA, dan Seni Rupa UI), Universitas Negeri Jakarta (Dulu Fakultas Pendidikan UI), Universitas Pendidikan Indonesia (Dulu Program Studi Pendidikan Olahraga UI), Universitas Airlangga (Dulu Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi Cabang Surabaya UI), dan Universitas Hasanuddin (Dulu Fakultas Ekonomi UI). UI menjelma sebagai salah satu pilar kebangkitan dalam membangun peradaban bangsa Indonesia dalam bidang kesehatan, sosial, budaya, ilmu pengetahuan alam, teknologi, dan informasi. Alumni UI telah tersebar dalam berbagai bidang kemasyarakatan, pemerintahan, perusahaan, maupun dalam ranah kewirasuhaan. UI mempunyai dua kampus, yaitu di Salemba dan di Depok.
Sejarah UI
Sejarah Universitas Indonesia dapat ditelusuri sejak tahun 1849. Ketika itu, pemerintah kolonial Belanda mendirikan sebuah sekolah yang bertujuan untuk menghasilkan asisten dokter tambahan. Pelajar di sekolah itu mendapatkan pelatihan kedokteran selama dua tahun. Lulusannya diberikan sertifikat untuk melakukan perawatan-perawatan tingkat dasar serta mendapatkan gelar Dokter Jawa (Javanese Doctor), bergelar demikian karena dokter ini hanya diberi izin untuk membuka praktek di wilayah Hindia Belanda, terutama di pulau Jawa. Pada tahun 1864, program pendidikan tersebut ditambah waktunya menjadi tiga tahun, dan pada tahun 1875 menjadi 7 tahun. Gelar yang diberikan pun berubah menjadi Dokter Medis (Medical Doctor).
Pada tahun 1898, pemerintah kolonial mendirikan sekolah baru untuk melatih tenaga medis, yaitu STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen). Pendidikan di STOVIA berlangsung selama 9 tahun: 3 tahun setingkat SMP, tiga tahun setingkat SMA, dan tiga tahun lainnya setingkat Diploma. Banyak lulusan STOVIA yang kemudian memainkan peranan penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1924 pemerintah kolonial mendirikan RHS (Rechtshoogeschool te Batavia – Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta) yang bertujuan untuk memenuhi tenaga administrasi sipil rendahan. RHS inilah yang menjadi cikal-bakal Fakultas Hukum UI. Pada tahun 1927 mengubah status dan nama STOVIA menjadi GHS (Geneeskundige Hogeschool). Gedung pendidikan dan pelatihan kedokteran yang digunakan GHS menjadi gedung Fakultas Kedokteran UI saat ini. Banyak alumni GHS yang kemudian berperan besar dalam pendirian Universitas Indonesia.
Setelah kemerdekaan Indonesia dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Badan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (BPTRI) didirikan di Jakarta. BPTRI memiliki tiga fakultas, yaitu Kedokteran dan Farmasi, Sastra, dan Hukum. Pada tahun yang sama, institusi ini berhasil meluluskan 90 orang sebagai dokter. Ketika tentara kolonial Belanda kembali menguasai Jakarta pada akhir tahun 1945, BPTRI dipindahkan ke Klaten, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Malang. Pada tanggal 21 Juni 1946 NICA mendirikan sebuah Nood Universiteit atau Universitas Sementara di Jakarta. Pada tanggal 21 Maret 1947, nama Nood Universiteit diganti menjadi Universiteit van Indonesie (UVI). Akhirnya, setelah Jakarta berhasil diambil alih kembali, pemerintah mengembalikan BPTRI ke Jakarta dan menggabungkannya dengan Universiteit van Indonesie, dan memberinya nama baru Universiteit Indonesia (UI).
UI secara resmi memulai kegiatannya pada 2 Februari 1950 dengan presiden (saat ini disebut rektor) pertamanya Ir. R.M. Pandji Soerachman Tjokroadisoerio. Kantor Presiden Universiteit Indonesia mula-mula berkedudukan di Jakarta, tepatnya di gedung Fakultas Kedokteran di Jl Salemba Raya no. 6, kemudian dipindahkan ke salah satu bangunan bekas pabrik madat di Jl. Samlemba Raya no. 4, Jakarta. Tanggal 2 Februari 1950 kemudian dijadikan hari kelahiran Universitas Indonesia.
Awalnya, UI memiliki 9 fakultas dan 3 lembaga yang tersebar di lima kota, yaitu Fakulteit Kedokteran, Fakulteit Ilmu Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, serta Fakulteit Sastra dan Filsafat di Jakarta; Fakulteit Ilmu Alam dan Ilmu Pasti, Fakulteit Ilmu Pengetahuan Teknik, dan Lembaga Pendidikan Guru Menggambar di Bandung; Fakulteit Pertanian dan Fakulteit Kedokteran Hewan di Bogor; Fakulteit Ekonomi di Makassar; Fakulteit Kedokteran dan Lembaga Kedokteran Gigi di Surabaya.
Pada tahun 1955, Undang-Undang No. 10 tentang pengubahan kata universiteit, universitet, dan universitit disyahkan, sehingga sejak itu, Universiteit Indonesia secara resmi diubah namanya menjadi Universitas Indonesia.
Berangsur-angsur fakultas-fakultas yang berada di daerah memisahkan diri membentuk lembaga pendidikan yang berdiri sendiri. Pada tanggal 2 Maret 1959 Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam di Bandung memisahkan diri menjadi Institut Teknologi Bandung. Selanjutnya pada 1 September 1963 Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan UI memisahkan diri pula menjadi Institut Pertanian Bogor (IPB) yang kini menjadi perguruan tinggi pertanian terkemuka bertaraf internasional. Fakultas di Surabaya menjadi Universitas Airlangga dan di Makassarmenjadi Universitas Hasanuddin. Pada 1964 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta dan kini berubah kembali menjadi Universitas Negeri Jakarta.
Ketika Orde Baru dimulai pada tahun 1966, pemerintah menunjuk beberapa guru besar UI untuk menduduki jabatan menteri dengan tujuan untuk memulihkan kembali situasi ekonomi nasional. Sejak saat itu, UI secara konstan telah memberikan kontribusi nyata pada usaha-usaha pemerintah untuk meraih kemakmuran nasional.
Pada tanggal 26 Desember 2000 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 152 tahun 2000, UI ditetapkan sebagai perguruan tinggi berstatus badan hukum milik negara (BHMN). Dalam status tersebut, UI wajib lebih mengedepankan kinerja pengelolaan sebuah universitas publik dengan prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan transparansi. Status sebagai BHMN tersebut direncanakan akan berakhir paling lambat pada tahun 2013, dan saat ini UI sedang dalam masa transisi pengembalian status menjadi perguruan tinggi negeri. (Diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Indonesia tanggal 16 November 2013)
Akademis
UI mempunyai 13 Fakultas, 1 Program Vokasi, dan 1 Program Pasca Sarjana Multidisiplin. Fakultas-fakultas tersebut adalah:
Fakultas Kedokteran (FK)
Fakultas Kedokteran Gigi (FKG)
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Fakultas Teknik (FT)
Fakultas Hukum (FH)
Fakultas Ekonomi (FE)
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB)
Fakultas Psikologi (FPsi)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM)
Fakultas Ilmu Komputer (FASILKOM)
Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK)
Fakultas Farmasi (FF)
Program Vokasi
Program Pasca Sarjana Multidisiplin
Fakultas dan program di UI telah mengacu pada standar nasional pemerintah dan telah diakreditasi oleh BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi). Selain itu, beberapa Departemen dan Program Studi di UI telah mendapatkan sertifikasi ISO (Internasional Standar Organization) dan AUN (ASEAN University Network). Hal ini menunjukkan bahwa UI telah melangkah untuk menjadi universitas terbaik di Indonesia dan melebarkan sayap menjadi World Class University.
Fasilitas
UI sebagai universitas unggul mempunyai fasilitas yang representatif dan mendukung kegiatan mahasiswa, staf pengajar, dan karyawan. Fasilitas tersebut antara lain adalah:
Ruang Kuliah yang representatif, full AC, LCD Proyektor, Speaker, OHP, dan Kedap Suara Luar. Kebanyakan Fakultas di UI menerapkan sistem gedung kuliah bersama.
Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa). Biasanya digunakan untuk kegiatan BEM, DPM, dan Unit Kegiatan Mahasiswa UI.
Pusat Kesehatan Mahasiswa (PKM). Diperuntukkan untuk kesehatan mahasiswa UI secara gratis.
Kompleks Wisma Makara. Terdapat penginapan (sekelas hotel bintang 3), kolam renang, ruang pertemuan, dan aula .
Bis Kuning (Bikun). Bis yang berkeliling kampus UI. Senin-Jumat (07.00-21.00) dan Sabtu (07.00-14.00). GRATIS.
Sepeda Kuning (Spekun). Sepeda yang dapat digunakan mengelilingi Kampus UI dengan hanya menunjukkan kartu tanda mahasiswa UI.
Perpustakaan Pusat UI. Perpustakaan dengan koleksi 1 juta judul buku dan merupakan perpustakaan terbesar di Asia Tenggara.
Selain itu ada fasilitas dan sarana olahraga yang dimiliki oleh UI antara lain:
Stadion
Lapangan sepak bola & futsal
Lompat jangkit
Atletik
Indoor (gymnasium)
Lapangan bulu tangkis
Lapangan bola voli
Lapangan bola basket
Outdoor
Lapangan hoki
Lapangan tenis (4 line)
Lapangan basket (3 line)
Lapangan voli (3 line)
Lapangan bulutangkis (1 line)
Peringkat UI
UI secara konsisten masuk dalam daftar universitas papan atas di dunia. Data terbaru, UI menduduki peringkat ke-217 dalam Peringkat Universitas Dunia QS 2011. Sebelumnya, UI menduduki peringkat ke-250 (2005 dan 2006), ke-395 (2007), ke-287 (2008), ke-201 (2009), dan ke-236 (2010). UI juga menduduki peringkat ke-50 dalam Peringkat Universitas Asia QS 2011.
Pada tahun 2013 ini UI menempati peringkat 309 untuk Peringkat Universitas Dunia QS dan menempati peringkat 64 dalam Peringkat Universitas Asia QS. Meskipun turun, UI masih berada di peringkat 1 apabila dalam wilayah negara Indonesia. Ini membuktikan bahwa kualitas UI sangat membanggakan.
Menurut survey lokal yang terakhir dari Globe Asia (2008) UI mendapat peringkat pertama di antara universitas-universitas di Indonesia . Laporan ini juga didukung oleh Majalah Tempo, sebuah majalah utama di Indonesia, yang melakukan survei dan analisis tentang peringkat universitas dan pendidikan di Indonesia. Universitas Indonesia dinilai sebagai Universitas yang paling vibrant di Indonesia. Sejak tahun 2004, survey majalah Tempo melaporkan fakta bahwa lulusan UI adalah di antara sarjana lulusan terbaik di Indonesia menurut beberapa kriteria seperti kualitas lulusan, citra yang baik, kepuasan industri yang menggunakan tenaga kerja, kualitas pengajaran, metodologi pendidikan, kualitas fasilitas kampus yang berbasis lingkungan taman hutan raya yang hijau, serta keketatan persaingan masuk ke perguruan tinggi.
Unit Kegiatan Mahasiswa
Unit kegiatan mahasiswa merupakan organisasi kemahasiswaan di tingkat universitas yang fungsinya menampung berbagai minat dan bakat dari para mahasiswa UI. Unit kegiatan mahasiswa tersebut antara lain:
UKM seni
Marching Band Madah Bahana
Orkes Simfoni Mawaditra
Paduan Suara Paragita
Liga Tari Krida Budaya
Teater Mahasiswa
Sinematografi Sinetra
UKM olah raga
Dancesports
Cricket
Bulu tangkis
Softball
Hoki
Bola voli
Atletik
Tenis meja
Tenis lapangan
Sepak bola
Bola basket
Renang
Catur
Bridge
Menembak
Berkuda
Memanah
UKM bela diri
Keluarga Silat Nasional Indonesia PERISAI DIRI
Tae Kwon Do
Merpati Putih
Karate
Aikido
UKM lain-lain
Nuansa Islam Mahasiswa UI
Wira Makara (Ex. Resimen Mahasiswa)
Mapala UI (Mahasiswa Pecinta Alam UI)
Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya
Perhimpunan Fotografi
EDS Komunitas Debat Bahasa Inggris
CEDS (Kewirausahaan)
Persekutuan Oikumene Universitas Indonesia
Keluarga Mahasiswa Katolik UI
Badan Otonom Pers Suara Mahasiswa UI
Radio Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Indonesia
Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Indonesia
Himpunan Mahasiswa Islam UI (HMI UI)
Alumni UI
Politik dan Pemerintahan
Abdul Gafur, politisi
Abdoel Halim, Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Halim (1949)
Abdoel Hakim Garuda Nusantara, tokoh HAM
Achmad Sujudi, Menteri Kesehatan Indonesia pada Kabinet Persatuan Nasional (1999-2001) dan Kabinet Gotong Royong (2001-2004)
Adenan Kapau Gani, Wakil Perdana Menteri (1947—1948)
Antony Zeidra Abidin, politikus
Ali Alatas, diplomat
Akbar Tanjung, politisi
Arief Budiman, aktivis
Armida Alisjahbana Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada Kabinet Indonesia Bersatu II
Awang Faroek Ishak, Gubernur Kalimantan Timur
Bachtiar Aly, Politisi
Ben Mboi, Gubernur Nusa Tenggara Timur periode 1978-1988
Burhan Djabier Magenda, Mantan Politisi, Aktif Sebagai tenaga pengajar
Chusnul Mar’iyah, Anggota KPU 2004, Tokoh Perempuan, Aktif sebagai tenaga pengajar
Cosmas Batubara, politikus, Menteri Perburuhan, Ketua ILO, Aktif sebagai tenaga pengajar
Darwin Zahedy Saleh, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia
Denny Januar Ali, konsultan politik
Djaelani Naro, politikus
Effendi Ghazali, Pakar Komunikasi Politik
Eko Wijayanto, Wakil Mentri Pemberdayaan aparatur negara dan reformasi birokrasi
Endang Rahayu Sedyaningsih, mantan Menteri Kesehatan
Erman Soeparno, politikus
Eki Syachrudin, politikus
Faisal Basri, ekonom dan politikus. Aktif sebagai tenaga pengajar
Fahmi Idris, menteri perindustrian dan politisi partai Golkar
Fauzi Bahar, walikota Padang
Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta 2007—2012
Fahmi Idris, politikus dan pengusaha
Hassan Wirajuda, politikus
Harry Tjan Silalahi, tokoh politik
Heru Cokro, aktivis mahasiswa
Herman Lantang, aktivis mahasiswa
Indra J. Piliang, politikus
Irwan Prayitno, Gubernur Sumatera Barat periode 2010-2015
Jero Wacik, politikus
Julian Aldrin Pasha, Juru Bicara Kepresidenan
Juwono Sudarsono, politikus
Koentjaraningrat, Budayawan
Gatot Amrih, Gubernur Kalimantan Tengah periode 1984-1989
M. Rozy Munir, mantan menteri
Marsillam Simanjuntak, Sekretaris Kabinet Januari 2000, Menteri Kehakiman Juni 2001, dan Jaksa Agung Republik Indonesia untuk periode Juli-Agustus 2001.
Meutia Hatta, politikus
Muhaimin Iskandar, politikus dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Muliaman Darmansyah Hadad, Mantan Deputi Gubernur BI, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Mohammad Andi Mattalatta, politikus
Nazarudin Syamsudin, Ketua KPU 2004
Nurul Arifin, politikus; aktris
Rachmat Saleh, mantan Menteri Perdagangan Indonesia tahun 1983 hingga tahun 1988 dan mantan gubernur Bank Indonesia
Rama Pratama, politikus
Radius Prawiro, ekonom dan politikus
Rieke Diah Pitaloka, aktris dan politikus
Ruyandi Hutasoit, mantan ketua Partai Damai Sejahtera
Roy B.B. Janis, politikus
Saleh Afiff, mantan Menteri Koordinator bidang Ekonomi dan Keuangan Kabinet Pembangunan VI (1993-1998).
Soe Hok Gie, aktivis pergerakan mahasiswa
Subroto, mantan Menteri Indonesia dan juga pernah menjabat sebagai Sekjen OPEC
Suharna Surapranata, Menteri Negara Riset dan Teknologi Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu II
Suwardjono Surjaningrat, Menteri Kesehatan Indonesia pada tahun 1978 hingga tahun 1988 pada Kabinet Pembangunan III dan Kabinet Pembangunan IV.
Sofyan Djalil, mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Indonesia
Sofyan Wanandi/Liem Bian Koen, Ketua APINDO
Soegiharto, mantan Menteri Negara BUMN di Kabinet Indonesia Bersatu.
Sjachwien Adenan, duta besar RI untuk Maroko
Subur Budhisantoso, politikus
Sri Mulyani, Mantan Menteri Keuangan, Direktur World Bank
Sri Redjeki Sumarjoto, Menteri Negara Pemberdayaan Wanita pada Kabinet Gotong Royong
Sulasikin Murpratomo, mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan 1987 hingga tahun 1988
Syahrir, pengusaha pasar modal, politisi
Sjachwien Adenan, duta besar RI untuk Maroko
Theo L. Sambuaga, mantan Menteri Negara Pemukiman dan Prasarana Wilayah Indonesia pada era Kabinet Reformasi Pembangunan
Ubedilah Badrun, aktivis gerakan mahasiswa, pendiri FKSMJ
Widjanarko Puspoyo, politikus
Wirdyaningsih, anggota Bawaslu periode 2008-2012, Aktif sebagai Pengajar
Yusril Ihza Mahendra, politikus
Zubir Amin, diplomat
Akademisi
Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, menteri koordinator perekonomian pada Kabinet Gotong Royong, Dekan FEUI periode 1994-2001
Emil Salim, mantan menteri Indonesia. Guru besar tetap dan tenaga pengajar
Faried Anfasa Moeloek Menteri Kesehatan pada Kabinet Reformasi Pembangunan
Gumilar Rusliwa Somantri, rektor Universitas Indonesia
Haryati Soebadio,
Hendrik Robbert van Heekeren, ahli analisis ekspedisi prasejarah Indonesia
Jimly Asshiddiqie, Ketua DKPP, Aktif sebagai Pengajar
Mar’ie Muhammad mantan Menteri Keuangan pada periode Orde Baru
Miriam Budiardjo, Guru Besar Ilmu Politik, pendiri AIPI
Miranda Goeltom, ekonom, deputi senior gubernur Bank Indonesia, Guru besar tetap dan pengajar FEUI
Mochtar Kusumaatmadja, akademisi dan diplomat
Mulyana W. Kusumah, akademisi dan mantan anggota KPU
Nugroho Notosusanto, mantan rektor dan mantna Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1985).
Sangkot Marzuki, Direktur Lembaga Eijkman sejak 1992
Selo Soemardjan,
Taufik Basari, advokat, aktivis hak asasi manusia, pendiri Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, mantan aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan akademisi Indonesia, Bakal Calon Legislatif Partai NASDEM.
Terry Mart, penemu partikel subatom D13, Guru Besar tetap dan pengajar Jurusan Fisika FMIPA UI.
Vedi R. Hadiz, ilmuwan sosial
Wahidin Soedirohoesodo, pahlawan nasional
Widjojo Nitisastro, akademisi dan mantan menteri
Wiranto Arismunandar, mantan rektor ITB 1988-1997 dan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Penyiaran dan Jurnalisme
Adi Nugroho, presenter
Ajeng Kamaratih, presenter
Aries Susanto, presenter
Alya Rohali, presenter
Ayu Utami, aktivis jurnalis
Feni Rose, presenter, bintang iklan, dan pengusaha
Limystina Novatra, presenter
Lucia Saharui, presenter
Meidiana Hutomo, penyiar berita, presenter, dan pemeran sinetron Indonesia.
Meuthia Kasim penyiar, presenter
Najwa Shihab, presenter
S. K. Trimurti, wartawati, penulis
Satrio Arismunandar, pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Shahnaz Haque, presenter
Titie Said, ketua Badan Sensor Perfilman Indonesia
Valerina Daniel, presenter
Wianda Pusponegoro, presenter
Ekonomi dan Bisnis
Armida Alisjahbana, kepala BAPPENAS
Batara Ningrat Simatupang, ekonom dan tokoh sosialis
Agus Martowardojo, menteri keuangan Indonesia; mantan direktur utama Bank Mandiri, Bank Permata, Bank Bumiputera, dan Bank Exim.
Anwar Nasution, ketua BPK. Aktif sebagai tenaga pengajar (dosen)
Ali Wardhana, ekonom, mantan menteri keuangan. Dekan FEUI periode 1967-1978
Chatib Basri, menteri keuangan Indonesia (2013-), ekonom, ketua Badan Koordinator Penanaman Modal
Darmin Nasution, Gubernur Bank Indonesia
Emirsyah Satar, ekonom dan direktur utama PT Garuda Indonesia
Faisal Basri, ekonom
Eva Riyanti Hutapea, ekonom dan pebisnis
Hotbonar Sinaga, direktur utama PT Jamsostek
J. B. Sumarlin, ekonom dan mantan menteri Indonesia
Rhenald Kasali, penulis
Sri Edi Swasono, ekonom
Sri Mulyani, managing director Bank Dunia; Mantan Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian Indonesia
Sjahrir, ekonom
Tirto Utomo, pengusaha, pendiri perusahaan air minum dalam kemasan Aqua.
Hukum
Abdul Hakim Garuda Nusantara, pengacara dan pejuang HAM
Abdul Rahman Saleh, mantan Jaksa Agung periode 2004—2007
Adnan Buyung Nasution, pengacara terkenal
Charles Himawan, Professor Filsafat Hukum, Lulusan Hukum Harvard
Purwoto Gandasubrata, ketua MA 1992-1994
Gouw Giok Siong, pakar hukum perdata internasional dan hukum antar golongan
Harkristuti Harkrisnowo, mantan Dijen HAM
Maria Farida Indrati, hakim konstitusi Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2008-2013
Nono Anwar Makarim, praktisi hukum
Seni, Sastra, dan Budaya
Achdiat K. Mihardja, sastrawan
Adinegoro, sastrawan
Amanda Roberta Zevannya, Miss Indonesia 2011
Anton Moeliono, ahli bahasa Indonesia
Andien, penyanyi
Andrea Hirata, seniman
Agus R. Sarjono, penyair dan penulis Indonesia
Asep S. Sambodja, sastrawan
Ayatrohaedi. sastrawan
Andrea Hirata, penulis novel best-seller Laskar Pelangi
Arizal, sutradara film
Bahrum Rangkuti, pujangga dan sastrawan
Bernika Irnadianis Ifada, Puteri Indonesia 2000
Bondan Prakoso, musisi
Candra Darusman musikus
Catharina Leimena, guru dan pelatih vokal terkemuka
Christine Panjaitan, penyanyi
Dami N. Toda, kritikus sastra
Desy Ratnasari, akrtis
Donny Damara, aktor
Dono, pelawak
Dude Harlino, aktor
Dian Sastrowardoyo, aktris
Elfonda Mekel, penyanyi
Ello, penyanyi
Erna Libby, aktris
Erwin Gutawa, musisi
Fedi Nuril, aktor Indonesia
Garin Nugroho, sutradara
Ginatri S. Noer, penulis skenario film
Gorys Keraf, ahli bahasa Indonesia
Helvy Tiana Rosa, sastrawan
Handojo, aktor
Harimurti Kridalaksana, pakar linguistik Indonesia
Hans Bague Jassin, pengarang, penyunting, dan kritikus sastra
Ibnu Wahyudi, sastrawan
Indriati Iskak, aktris
Inez Tagor, model, pemain sinetron, presenter
Intan Nuraini, aktris
Jubing Kristianto, gitaris
Jusuf Sjarif Badudu, pakar bahasa Indonesia
Kasino Hadiwibowo, pelawak
Khrisna Mukti, aktor
Mang Udel, pelawak, pembawa acara radio
Mat Solar, aktor
Martinus Antonius Weselinus Brouwer, fenomenolog, psikolog, budayawan
Nicholas Saputra, aktor
Niniek L. Karim, aktris
Nova Riyanti Yusuf, penulis
Nungki Kusumastuti, penari dan aktris
Nugie, musisi
Nurmala Kartini Sjahrir, ketua Asosiasi Antropologi Indonesia
Pepeng, pelawak dan presenter
Prima Rusdi, penulis skenario
Raditya Dika, penulis buku
Ridwan Saidi, budayawan betawi
Rossa, penyanyi
Sapardi Djoko Damono, pujangga
Sheila Dara Aisha, aktris dan penyanyi
Slamet Muljana, ahli bahasa
Srihadi Soedarsono, pelukis
Tapi Omas Ihromi, antropolog
Taufiq Ismail, sastrawan
Teuku Adi Fitrian, musisi
Tuti Indra Malaon, aktris
Okky Asokawati, peragawati, model, bintang iklan, pembawa acara televisi, dan pemain sinetron Indonesia
Radhar Panca Dahana, sastrawan
Widi Puradiredja, drummer band Maliq And D’essentials
Yasmine Zaki Shahab, budayawan betawi
Vena Annisa, aktris dan presenter
Kemanusiaan
Gadis Arivia, filsuf, feminis
Edi Suhardi Ekadjati, sejarawan
Sarlito Wirawan Sarwono, psikolog dan mantan dekan Fakultas Psikologi UI
Kesehatan
Sujudi, Menteri Kesehatan Indonesia
Siti Fadilah, ahli jantung, Menteri Kesehatan Indonesia dalam Kabinet Indonesia Bersatu
Hasri Ainun Besari, Ibu Presiden RI Ke-3 , dokter di jerman
Jaringan Kereta Api Indonesia
Pembangunan rel kereta api luar Pulau Jawa yang jika mengacu pada Rencana Induk Perkeretapian Nasional adalah 2030 dipercepat pengerjaannya tahun ini. Alasan utama percepatannya apalagi kalau bukan soal peningkatan kualitas infrastruktur yang menjadi salah satu janji Jokowi saat kampanye pemilihan Presiden 2014 lalu.
Di penghujung 2014 Presiden Jokowi juga berjanji kepada masyarakat Papua untuk membangun jaringan rel kereta api di pulau kaya raya itu. “Studi mengenai jalur kereta api di Papua akan kita mulai tahun depan,” ujar Jokowi waktu itu.
Seperti dikutip dari Detik Finance mengutip Program Strategis Perkeretaapian 2015 – 1019, inilah jaringan rel kereta api luar Pulau Jawa yang sengan dikebut pengerjaannya, yang jika dihitung panjangnya mencapai 3.258:
1). Koridor Pulau Sumatera
- Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Sumatera
Jalur KA baru Bireun – Lhokseumawe – Langsa – Besitang
Jalur KA baru Rantauprapat – Duri – Dumai
Jalur KA baru Duri – Pekanbaru
Jalur KA baru Pekanbaru – Muaro
Jalur KA baru Pekabaru – Jambi – Palembang
Jalur KA baru Simpang – Tanjung Api-Api
Jalur ganda KA Prabumulih – Kertapati
Jalur ganda KA Baturaja – Martapura
Jalur ganda KA Muara Enim – Lahat
Jalur ganda KA Cempaka - Tanjung Karang
Jalur ganda KA Sukamenanti – Tarahan
Jalur KA baru Rejosari/KM3 – Bakauheni
- Reaktivasi Jalur KA
Binjai – Besitang
Padang Panjang – Bukit Tinggi – Payakumbuh
Pariaman – Naras – Sungai Limau
Muaro Kalaban – Muaro
- Pembangunan Kereta Api Perkotaan/Jalur Ganda/Elektrifikasi/Jalur Baru Akses ke Pusat Kegiatan
Perkotaan Medan (Jalur Ganda KA Medan – Araskabu – Kualanamu)
Perkotaan Padang (Padang – BIM dan Padang – Pariaman)
Perkotaan Batam (Batam Center-Bandara Hang Nadim)
Perkotaan Palembang (Monorel)
- Pembangunan Kereta Api Akses Bandara
Bandara Kualanamu, Medan (peningkatan kapasitas)
Bandara Internasional Minangkabau, Padang
Bandara Hang Nadim, Batam
Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II
- Pembangunan Kereta Api Akses Pelabuhan
Pelabuhan Lhokseumawe
Pelabuhan Belawan
Pelabuhan Kualatanjung
Pelabuhan Dumai
Pelabuhan Tanjung Api-Api
Pelabuhan Panjang
Pelabuhan Bakauheni
2). Koridor Pulau Kalimantan
- Pembangunan KA Khusus/Batubara/Akses Pelabuhan (Skema KPS)
Muara Wahau - Muara Bengalon
Murung raya – Kutai Barat – Paser – Panajam Paser Utara – Balikpapan
Puruk Cahu – Mangkatib
- Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Kalimantan
Jalur KA baru Tanjung – Paringin – Barabai – Rantau – Martapura – Banjarmasin
Jalur KA baru Balikpapan – Samarinda
Jalur KA baru Tanjung – Balikpapan
Jalur KA baru Banjarmasin – Palangkaraya
Jalur KA baru Palangkaraya – Sangau – Pontianak – Batas Negara
Jalur KA baru Samarinda – Sangata - Tanjung Redep – Batas Negara
- Pembangunan Kereta Api Akses Bandara
Bandara Syamsuddin Noor
3). Koridor Pulau Sulawesi
- Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Sulawesi
Jalur KA baru Manado – Bitung
Jalur KA baru Bitung – Gorontalo – Isimu
Jalur KA baru Pare Pare – Mamuju
Jalur KA baru Makassar – Pare Pare
Jalur KA baru Makassar – Sungguhminasa – Takalar – Bulukumba – Watampone
Jalur KA baru Mamuju – Palu – Isimu
- Pembangunan Kereta Api Perkotaan
Perkotaan Makassar dan sekitarnya
Perkotaan Manado
- Pembangunan Kereta Api Akses Bandara/Pelabuhan
Bandara Sultan Hasanuddin
Pelabuhan Garonggong, Pelabuhan New Makassar
Pelabuhan Bitung
4). Koridor Pulau Papua
- Pembangunan Jalur KA baru di Papua baru direncanakan satu, yaitu untuk jalur Sorong-Manokwari
Tragedi Bintaro, Kecelakaan Kereta Api Terburuk Dalam Sejarah Indonesia
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 19 Oktober 1987. Saat itu, KA 225 Jurusan Rangkasbitung – Jakarta yang dipimpin oleh masinis Slamet Suradio, asistennya Soleh, dan seorang kondektur, Syafei berhenti di jalur 3 Stasiun Sudimara. Kereta yang ditarik oleh lokomotif BB30317 dalam keadaaan sarat penumpang, yaitu sekitar 700 penumpang didalamnya. KA 225 tersebut bersilang dengan KA 220 Patas jurusan Tanah Abang – Merak yg dipimpin oleh masinis Amung Sunarya dgn asistennya Mujiono. Kereta yg ditarik oleh lokomotif BB30617 ini bermuatan kurang lebih 500 penumpang, dan berada di jalur 2 Stasiun Kebayoran Lama.
Di Stasiun Sudimara sendiri, terdapat 3 jalur yang saat itu sedang penuh dengan KA. Mengetahui hal tersebut, Djamhari selaku kepala PPKA ( Pengatur Perjalanan Kereta Api ) Stasiun Sudimara menghubungi Stasiun Kebayoran Lama untuk melakukan persilangan jalur di Stasiun Kebayoran Lama, namun Kepala PPKA Stasiun Kebayoran Lama, Umriyadi / Umrihadi menolaknya dan tetap meminta persilangan dilakukan di Stasiun Sudimara.
Mau tak mau, Djamhari kemudian mengosongkan jalur 2 untuk menampung KA 220 Patas yang telah berangkat dari Stasiun Kebayoran Lama setelah mendapat izin dari Kepala PPKA dengan memindahkan KA 225 ke jalur 1. Djambhari kemudian memerintahkan Juru Langsir untuk memberi tahu masinis jika KA 225 hendak dipindah ke jalur 1. Juru Langsir kemudian memberi peringatan kepada masinis dan penumpang dengan mengibaskan Bendera Merah dan meniup peluit Semboyan 46 ( tanda kepada masinis dan penumpang jika kereta akan dilangsir )tanpa membatalkan perintah persilangan yang terlanjur diberikan kepada masinis KA 225.
Masinis KA 225 mendengar bunyi peluit Juru Langsir, namun ia tidak dapat memastikan apakah itu bunyi semboyan 46 atau semboyan 40 ( tanda ketika petugas peron memberi sinyal hijau kepada kondektur KA, artinya jalur telah aman untuk dilalui ). Karena kondisi kereta yang penuh sesak, masinis pun menanyakan kepada penumpang yang berdiri di luar lokomotif, dan orang tersebut menjawab jika sudah waktunya kereta berangkat tanpa memastikan kembali. Maka semboyan 41 ( tanda yang dibunyikan oleh kondektur sebagai respon atas dimengertinya semboyan 40 ), disusul kemudian dibunyikannya semboyan 35 ( masinis membuyikan klakson sebagai tanda kereta akan berangkat ). Sang Masinis tidak tahu jika semboyan 40 belum diberikan olah Kepala PPKA, dan ia memberangkatkan kereta hanya karena jawaban seseorang yang mengatakan jika kereta telah siap untuk berangkat.
Pada pukul 07.00 WIB, KA 225 berangkat tanpa ijin dari Kepala PPKA. Para petugas di Stasiun Sudimara dan Kepala PPKA langsung panik saat mengetahui KA 225 telah berangkat tanpa ijin, apalagi setelah Djamhari dihubungi oleh Kepala PPKA Stasiun Kebayoran Lama jika KA 220 Patas juga telah berangkat menuju Sudimara. Juru Langsir kemudian langsung mengejar KA 225 dan berhasil naik gerbong paling belakang,namun sayangnya ia tidak dapat memberi tahu sang masinis, beberapa petugas lain mengejar dengan motor. Djamhari pun mengibaskan Bendera Merah dan menaikturunkan Sinyal Palang KA sebagai peringatan kepada Masinis KA 225, namun anehnya tidak satupun yang terlihat oleh sang Masinis.
Di saat yang genting tersebut, Djamhari kemudian berlari mengejar KA 225 dan berteriak ” Tolong…Pasti Tabrakan…Tolong…Pasti Tabrakan!!! “, namun karena kereta telah berjalan lebih dari 50 km/h maka Djamhari sudah tidak dapat mengejarnya lagi. Kemudian, Djamhari kembali ke Stasiun Sudimara dan menghubungi Stasiun Kebayoran Lama agar KA 220 Patas segera dihentikan di Palang Pintu Pondokbetung.
Sang PPKA kemudian mencoba usaha terakhirnya untuk mencegah terjadinya tabrakan dengan membuyikan Semboyan Bahaya ke Bel Genta perlintasan. Namun bencana seperti sudah ditakdirkan, petugas Palang Pintu Pondokbetung tidak hafal semboyan bahaya tersebut dan menganggapnya sebagai percobaan saja. Sudah dapat ditebak, akibatnya sangat fatal karena KA 220 Patas melaju lurus dengan kecepatan cukup tinggi melewati Palang Pintu Pondokbetung.
Akhirnya, KA 225 yang telah meninggalkan Stasiun Sudimara sejauh 8 km dan berjalan dengan kecepatan kurang lebih 45 km/h bertemu dengan KA 220 Patas yang berjalan dengan kecepatan 25 km/h di Lengkungan S ( dekat tikungan melengkung Bintaro ). Kedua masinis kereta yang sama – sama sarat penumpang tersebut tak ayal kaget bukan kepalang ketika dua kereta tersebut saling bertemu. Masinis Slamet Suradio berusaha mengerem KA, namun dengan muatan penuh seperti itu, kereta membutuhkan jarak sekitar 500 meter untuk berhenti.
Pada pukul 07.10 WIB, suara benturan yang sangat keras terdengar ketika kedua kereta api saling bertabrakan. Karena muatan yang penuh dan massa kedua lokomotif yang besar, mengakibatkan kedua lokomotif seakan – akan tertelan gerbong, kemudian terguling. Masinis dan asisten KA 220 Patas selamat dengan luka ringan karena berjongkok di lantai lokomotif, sedangkan Masinis KA 225 dan asistennya terluka parah. Begitu mengerikannya tabrakan yang terjadi hingga para penumpang yg menjadi korban sulit untuk diidentifikasi lagi karena rusak. Hasil dari penyelidikan mengatakan jika korban paling banyak berasal dari gerbong terdepan dimana gerbong tersebut menabrak lokomotif hingga lokomotif menjepit gerbong. Beberapa saat kemudian, korban yg tewas seketika diperkirakan 72 orang ( ada yang mengatakan 156, 153, 116 orang ), 200 orang tewas setelah sekarat, dan 300 lebih luka – luka.
Tragedi Bintaro merupakan kecelakaan kereta api terbesar yang pernah terjadi Indonesia, celakanya lagi peristiwa itu terjadi akibat dari kelalaian manusia. Masinis yg tidak memastikan bunyi semboyan dengan benar, Kepala PPKA yang kurang berkomunikasi, hingga yang paling fatal, petugas Palang pintu yang tidak hafal semboyan Bel Genta adalah sebagian dari kunci utama penyebab tragedi berdarah ini terjadi. Masinis Slamet Suradio diganjar hukuman 5 tahun kurungan atas kelalaiannya, begitu juga dengan kondektur KA 225 yang harus mendekam di penjara selama 2 tahun 6 bulan, dan Kepala PPKA Stasiun Kebayoran Lama Umriyadi yang dipenjara selama 10 tahun.
Tragedi berdarah ini masih menyisakan duka yang sangat dalam bagi keluarga korban, bahkan telah beredar kabar bahwa lokasi kecelakaan kedua KA tersebut menjadi angker dan dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu tempat terangker di Jakarta, setidaknya begitulah kisahnya.
Walaupun tragedi Bintaro merupakan musibah yang diakibatkan oleh kelalaian manusia, namun semua itu tinggal menjadi kenangan dan masa lalu yang kelam bagi Indonesia. Selalu ada hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa ini dan pastinya akan menjadi pelajaran yang sangat berharga dalam industri perkeretaapian Indonesia agar lebih baik lagi.
Langganan:
Postingan (Atom)